MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA
MATA PELAJARAN IPS
MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP
INVESTIGATION
PADA SISWA KELAS VIII A DI SMPN 12 SUNGAI RAYA
PROPOSAL
TIM PENYUSUSN:
1.
DWI SUDARMI, S.
Pd.
NIP. 19720813 200312 2 006
2.
SRI ERNAWATI, S.
Pd
NIP. 19800101 200903 2 003
3.
SYARIF, S.Pd
NIP. 19731211 200012 1 002
4.
JOHN BARNABAS,
S. Pd
NIP. 19580222 198803 1 003
DINAS PENDIDIKAN
KABUPATEN KUBU RAYA
2012
- JUDUL
MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION KELAS VIII A DI SMPN 12 SUNGAI RAYA
B. Latar Belakang
Pada masa sekarang ini, kita perlu menelaah kembali praktik-praktik
pembelajaran di sekolah-sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia
pendidikan dalam mempersiapkan akan didik untuk berpartisipasi secara utuh
dalam kehidupan bermasyarakat sekarang ini akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini
dipegang oleh sekolah-sekolah.
Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia
pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini
menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyadari siswa
dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau
setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi.
Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan
karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang
tinggi.
Kekawatiran bahwa semangat
siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam penggunaan
metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang
dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan
belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong
royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu
kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada sistem akuntabilitas
individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan
usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.
Dari latar belakang masalah
tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melihat pengaruh pembelajaran
terstruktur dan pemberian balikan terhadap prestasi belajar siswa dengan
mengambil judul “Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Mata Pelajaran IPS Melalui Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation Pada Kelas
VIII A SMPN 12 Sungai Raya ”
- Rumusan Masalah
Merujuk pada uraian latar
belakang di atas, dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan
sebagai berikut:
- Apakah pembelajaran kooperatif model Group Investigation berpengaruh terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa Kelas VIII A Tahun pelajaran 2011/2012 di SMPN 12 Sungai Raya
- Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation pada siswa Kelas VIII A Tahun pelajaran 2011/2012 di SMPN 12 Sungai Raya.
- Tujuan Penelitian
Berdasar atas rumusan masalah
di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah:
- Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model Group Investigation terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa Kelas VIII A Tahun pelajaran 2011/2012
- Ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model Group Investigation pada siswa Kelas VIII A Tahun Pelajaran 2011/2012
- Manfaat Penelitian
1.
Hasil
dan temuan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pembelajaran
kooperatif model Group Investigation dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial oleh
guru Kelas VIII Tahun pelajaran
2011/2012
2.
Sekolah
sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa
khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
- Guru, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa.
- Siswa, dapat meningkatkan motiviasi belajar dan melatih sikap sosial untuk saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar.
- Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru Ilmu Pengetahuan Sosial dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar Ilmu Pengetahuan Sosial.
- Sumbangan pemikiran bagi guru Ilmu Pengetahuan Sosial dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar Ilmu Pengetahuan Sosial.
- KAJIAN TEORI
1.
Pengertian hasil belajar
Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur
di dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar. Hasil merupakan suatu hasil
yang telah dicapai pebelajar dalam kegiatan belajarnya (dari yang telah
dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya), sebagaimana dijelaskan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (1995: 787). Dari pengertian ini, maka hasil belajar
adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru.
Belajar itu sebagai suatu
proses perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu yang diperoleh. Akan
tetapi apabila kita bicara tentang hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil
yang telah dicapai oleh si pembelajar.
Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya,
hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Hasil
belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan
atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan
alat.
2.
Hasil
belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang
dikerjakan.
3.
Hasil
belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.
2.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sejak awal dikembangkannya ilmu
pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas mengenai bagaimana
mencapai hasil belajar yang efektif. Para
pakar dibidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Dengan diketahuinya
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun
pelaku kegiatan belajar dapat memberi intervensi positif untuk meningkatkan
hasil belajar yang akan diperoleh.
Secara implisit, ada dua faktor
yang mempengaruhi hasil belajar anak, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
a.
Faktor
Internal
Foktor internal meliputi faktor
fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor
fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan
jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya
kurang sehat. .
b.
Faktor
Eksternal
Faktor-faktor eksternal, yaitu
faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara
lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.
1.
Faktor
yang berasal dari orang tua
Faktor yang berasal dari orang
tua ini utamanya adalah sebagaii cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dalam hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah
orang tua mendidik secara demokratis,
otoriter, atau cara laisses faire.
Cara atau tipe mendidik yang dimikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan
ada pula kekurangannya.
Dalam kaitan dengan hal ini,
Tim Penyusunan, “Di dalam pergaulan di lingkungan keluarga hendaknya berubah
menjadi situasi pendidikan, yaitu bila orang tua memperhatikan anak, misalnya
anak ditegur dan diberi pujian….” Pendek kata, motivasi, perhatian, dan
kepedulian orang tua akan memberikan semangat untuk belajar bagi anak.
2.
Faktor
yang berasal dari sekolah
Faktor yang berasal dari
sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang
diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu
yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata
pelajaran, ka yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar
anak. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar.
3.
Faktor
yang berasal dari masyarakat
Anak tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor
masyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh
masyarakat bahkan sulit dikendalikan.
Pengajaran Kooperatif
Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan
pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar
(Houlobec, 2001).
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Manusia memiliki derajat
potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan yang berbeda-beda.
Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih
asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar
menciptakan interaksi yang silih asah sehingga
sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama
siswa.
Perbedaan antar manusia yang
tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan
kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan
kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih
asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (200: 78)
mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar
dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih
asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup
di dalam masyarakat nyata”.
2.
Unsur
Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah
suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait.
Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: “(1) saling
ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual,
dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan
sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-79)
a.
Saling
ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif,
guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling
membutuhkan. Hubungan yang saling
membutuhan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi ntuk meraih
hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai
melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan
dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d)
saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.
b.
Interaksi
tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut
para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat
melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa.
Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber
belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat
penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
c.
Akuntabilitas
individual
Pembelajaran kooperatif
menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian
ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara
individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan
oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota
kelompok mengetahui siapa anggota yang memerluan bantuan dan siapa anggota
kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas
rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota kelompok
harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara
individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.
d.
Keterampilan
menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif
keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide dan bukan mengkritifk teman, berani mempertahankan pikiran
logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara
sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak
hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
3. Peran
Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif
menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional.
Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukan
sebagai berikut ini.
1.
Merumuskan
tujuan pembelajaran. Ada
dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, tujaun akademik (academic objectives) dan tujuan
keterampilan bekerja sama (collaborative
skill objectives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf
perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan
bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang
lain, dan mengelola konflik.
2.
Menentukan
jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok
belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota
tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) taraf kemampuan
siswa, (2) ketersediaan bahan, dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota
kelompok belajar hendaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama
menyelesaikan tugas. Ada
4 pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh guru saat akan menempatkan siswa dalam
kelompok. Keempat pertanyaan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.
Pengelompokkan
siswa secara homogen atau heterogen? Pengelompokkan siswa hendaknya heterogen.
Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin),
tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.
b.
Bagaimana
menempatkan siswa dalam kelompok? Ada
dua jenis kelompok belajar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada
tugas (non-task-orientied), dan (2)
yang berorientasi pada tugas (task
oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas
tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap anggota kelompok. Kelompok
belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal Ilmu
Pengetahuan Sosial berbentuk prosedur penyelesaian dan mencocokkan pendapatnya.
Kelompok belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas
yAang jelas bagi semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak
seperti pada saat siswa melakukan kunjungan ke kebun binatang sehinga harus
disusun oleh panitia untuk menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris,
bendahara, seksi transportasi, seksi konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru
mengenal belajar kooperatif dapat ditempatkan dalam kelompok belajar yang
berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang sederhana hingga yang kompleks.
c.
Siswa
bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru.
Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak oleh
guru. Ada 3
teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan oleh
guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
1)
Berdasarkan
metode sosiometri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan siswa yang
tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling tidak
disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi).
3. Menetukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa hendaknya disusun
agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara
kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam
bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.
4. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif.
Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran
dapat menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan
ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi
dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok
belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar
dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman
atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja
sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. .
5.
Menjelaskan
tugas akademik. Ada
beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas
akademik kepada para siswa. Beberapa aspek tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut.
a.
Menyusun
tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas
sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari freustasi
atau kebingungan. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami
tugasnya dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
b.
Menjelaskan
tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.
c.
Menjelaskan
berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau
pengertian contoh kepada para siswa.
d.
Mengajukan
berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para siswa mengenai tugas
mereka.
6.
Adanya
anggota kelompok yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu kelompok belajar juga
tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkn adanya anggota
yang tidak melakukan apa pun demi kelompok. Untuk menjamin agar seluruh anggota
kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan guru harus sering melakukan
pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi
pelajaran yang sedang dipelajari.
7.
Menyusun
kerja sama antar kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok
belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja
sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam
kelas meraih standar mutu yang tinggi.
8.
Menjelaskan
kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari
penilaian acuan patokan (criterion
referenced). Pada awal kegiatan belajar guruhendaknya menerangkan secara
jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.
9.
Menjelaskan
perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerja sama atau gotong royong seiring
memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru
perlu mendifinisikan perkatann kerja sama tersebut secara operasional dalam
bentuk berbagai perilaku tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan
kata-kata seperti “Tetaplah berada dalam kelompokmu”..
.
10.
Memantau
perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan
sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa.
11.
Memberikan
bantuan kepada siswa dalam menyelesaian tugas. Pada saat melakukan pemantauan,
guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan
menyelesaikan tugas kalau perlu.
12.
Melakukan
intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama.
13.
Menutup
pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok
pelajaran.
C. Metode
GI (Group Investigation)
Dasar-dasar GI dirancang oleh
Herbert Thelen, selanjutnya dipeluas dan diperbaiki oleh Sharan dan
kawan-kawannya dari Universitas Tel Aviv. Metode GI sering dipandang sebagai
metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran
kooperatif. Dibandingkan dengan metode STAD dan Jigsaw, metode GI melibatkan
siswa sejak pernecanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan
proses kelompok (group process skills).
Para guru yang menggunakan metode GI umumnya
membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa
dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan
atas kesenangan berteman atau kesamaan
minat terhadap sutu topik tertentu. Para siswa
memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah
dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara
keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah GI dapat dikemukakan
sebagai berikut.
1.
Seleksi topik. Para siswa memilih berbagai
subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih
dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang
beranggotakan 2 hingga enam orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam
jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.
2.
Merencanakan kerja sama. Para siswa
beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan
umum (goals) yang konsisten dengan
berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih pada langkah 1 di atas.
3.
Implementasi. Para siswa melaksanakan rencana
yang telah dirumuskan pada langkah 2. Pembelajaran harus melibatkan berbagai
aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa
untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar
sekolah. Guru terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelmpok dan memberikan
bantuan jika diperlukan.
4.
Analisis dan sintesis. Para siswa
menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh pada langkah
3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik
di depan kelas.
5.
Penyajian hasil akhir. Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang
menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas
saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai suatu topik
tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasikan oleh guru.
6.
Evaluasi. Selanjutnya, guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai
kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.
Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau
keduanya.
- METODOLOGI PENELITIAN
1. Bentuk
Penelitian Tindakan
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan (action research),
karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Menurut Oja dan Sumarjan (dalam
Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam
yaitu, (a) guru sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c)
simultan terintegratif; (d) administrasi sosial eksperimental.
Dalam penelitian tindakan ini
menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini
adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk
meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat
dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti tidak
bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai
pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau
diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin
demi kevalidan data yang diperlukan.
2. Tempat
Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat
yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang
diinginkan. Penelitian ini bertempat di Kelas VIII SMPN 12 Sungai Raya.
3. Waktu
Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu
berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian
ini dilaksanakan pada semester ganjil
tahun pelajaran 2012/2013
4. Subyek
Penelitian
Subyek penelitian adalah
siswa-siswi Kelas VIII tahun pelajaran 2011/2012 di SMPN 12 Sungai Raya pada
pokok bahasan Kondisi Fisik Wilayah dan penduduk
5. Prosedur penelitian dan Rancangan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim penyusun PTK adalah suatu bentuk
kajian yang bersifat reflektif oleh pelatihan
yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan
mereka dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta
memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis,
2000: 3).
Sedangkah menurut Mukhlis
(2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif
oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Adapun tujuan utama dari PTK
adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara
berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya
meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).
Sesuai dengan jenis penelitian
yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model
penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu
berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus
meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1
dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
6. Tahap Pelaksanaan
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari:
a.
Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan
pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian
hasil belajar.
b.
Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP)
Yaitu merupakan perangkat
pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun
untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator
pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar
mengajar.
c.
Lembar
Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang
dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil kegiatan
belajar mengajar.
Bilangan yang menunjukkan sukar
dan mudahnya suatu soal adalah indeks
kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf kesukaran adalah:
(Suharsimi
Arikunto, 2001: 208)
Dengan: P : Indeks kesukaran
B : Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar
a.
Daya
Pembeda
Daya pembeda soal adalah
kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi
dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya
pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung
indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:
(Suharsimi
Arikunto, 2001: 211)
Dimana:
D : Indeks
diskriminasi
BA :
Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar
BB :
Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar
JA :
Jumlah peserta kelompok atas
JB :
Jumlah peserta kelompok bawah
Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab
benar.
Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab
benar
- Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam
penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi
aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.
1. Teknik
Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan
suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada
penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu
metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai
dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang
dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran
serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat
keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar
setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes
tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana
Ada dua kategori ketuntasan
belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk
pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang
siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan
kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah
mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung
persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek
Pengembangan LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto,
Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto,
Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers.
Allin and Bacon, Inc. Boston.
Dayan,
Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik
Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar