HUBUNGAN
MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA GURU
Oleh : Mashudi
Rahmad,
Artikel Populer
Tenaga
guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor
penentu keberhasilan tujuan organisasi selain tenaga kependidikan lainnya,
karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan
bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Untuk itu
kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan
kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan
supervisi, memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk
berkembang dalam karir, meningkatkan kemampuan, gaya kepemimpinan yang baik.
Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan mengetahui
apa yang diharapkan dan kapan bisa menetapkan harapan-harapan yang diakui hasil
kerjanya
Kinerja
guru atau prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang
dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu.
Kinerja guru akan baik jika guru telah melaksanakan unsur-unsur yang
terdiri kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas
mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan
dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran ,
kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa,
kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, serta
tanggung jawab terhadap tugasnya. Oleh karena itu tugas Kepala Sekolah selaku
manager adalah melakukan penilaian terhadap kinerja guru. Penilain ini penting
untuk dilakukan mengingat fungsinya sebagai alat motivasi bagi pimpinan kepada
guru maupun bagi guru itu sendiri.
Ada beberapa hal yang menyebabkan
meningkatnya kinerja guru, namun penulis mencoba mengkaji masalah motivasi
kerja guru. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya gairah kerja guru, agar
guru mau bekerja keras dengan menyumbangkan segenap kemampuan, pikiran,
ketrampilan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Guru menjadi seorang pendidik
karena adanya motivasi untuk mendidik. Bila tidak punya motivasi maka ia tidak
akan berhasil untuk mendidik atau jika dia mengajar karena terpaksa saja karena
tidak kemauan yang berasal dari dalam diri guru. Keberhasilan guru dalam
mengajar karena motivasi ini sebagai pertanda apa yang telah dilakukan
oleh guru itu telah menyentuh kebutuhannya baik kebutuhan rohani maupun
jasmani. Kebutuhan tersebut misalnya memperoleh gaji dari hasil kerjanya, memperoleh
penghargaan dari kepala sekolah, memperoleh pengakuan dari teman-teman sesama
guru, mendapat rasa nyaman dan aman dalam bertugas, memperoleh kesempatan untuk
mengeluarkan pendapat dan sebagainya. Jika kebutuhan guru tersebut terpenuhi
berarti guru memperoleh dorongan dan daya gerak untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan baik. Ini berarti kinerja guru dapat tercapai dengan baik. Kinerja yang
tercapai dengan baik itu terlihat dari guru yang rajin hadir di sekolah dan
rajin dalam mengajar, guru mengajar dengan sungguh-sungguh, guru mengajar
dengan semangat dan senang hati. Apa yang dilakukan oleh guru ini akan
berdampak kepada keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.
Kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru
yang diminatinya karena sesuai dengan kebutuhannya, jika orang lain tidak
minat menjadi guru, hal itu disebabkan karena kebutuhan tidak sesuai dengan
kepentingannya sendiri. Guru yang termotivasi dalam bekerja maka akan
menimbulkan kinerja yang baik.
Motif
adalah apa yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu
atau sekurang-kurangnya mengembangkan suatu kecenderungan tertentu. Motif
dimengerti sebagai ungkapan kebutuhan seseorang karenannya motif bersifat
pribadi dan internal. Dipihak lain, insentif berasal dari luar. Insentif
dijadikan sebagai bagian lingkungan kerja oleh pimpinan untuk mendorong
karyawan melakukan tugasnya. Misalnya, pimpinan menawarkan bonus bagi wiraniaga
sebagai insentif untuk mendorong tercapainya tingkat penjualan yang lebih
tinggi dan juga memenuhi kebutuhan wiraniaga akan pengakuan dan status.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, Chester L. Barnard dalam Richard
M. Steers (1980 : 18) sebagai berikut: Seseorang cenderung ikut serta dalam
kegiatan organisasi hanya terbatas pada anggapan bahwa imbalan untuk bekerja
yang mereka terima sebanding dengan usaha (kontribusi) mereka. Karena itu
motivasi dan sasaran perseorangan dalam bekerja menjadi faktor yang penting
dalam memahami tingkah laku manusia dan prestasi organisasi. Pendapat ini
mengisyaratkan, bahwa seseorang mempunyai motif tertentu bekerja pada suatu
organisasi ia akan beranggapan, bahwa kebutuhannya akan terpenuhi melalui
organisasi. Pekerjaan
para manajer adalah mengidentifikasi dan menggerakkan motif pegawai untuk
berprestasi baik dalam pelaksanaan tugas. (Keith Davis, 1985:67). Bernard
Berendoom dan Gary A Stainer dalam Sedarmayanti (2001: 45), mendefinisikan
motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang
mengarah kepada pencapaian kebutuhan memberi kepuasan atau mengurangi ketidak
seimbangan.
Hasibuan (1999:65) mendefinisikan motivasi adalah pemberian daya
penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja
sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.
.
Selain
itu peranan pimpinan dalam memberikan motivasi juga sangat penting dalam
pelaksanaan tugas bawahan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, sebagaimana
dikemukakan oleh Soekarno, K (1980 : 7), bahwa : Peran manajer sangat penting
dan menentukan tinggi rendahnya prestasi, semangat tidaknya kerja bawahan
sebagian besar tegantung kepada manajer. Di dalam arti, sampai sejauh mana
manajer mampu menciptakan atau menimbulkan kegairahan kerja, di mana dibelakang
ini sampai sejauh mana manajer mampu mendorong bawahan dapat bekerja sesuai
denga kebijaksanaan dan program yang telah digariskan.
Konsepsi
motivasi tidak terlepas dari kebutuhan manusia, artinya jika kebutuhan sesorang
telah terpenuhi maka seseorang itu kan tergerak (mau) untuk melakukan sesuatu.
Abraham Maslow dalam Soewarno Handayaningrat (1982:49) membagi kebutuhan
manusia dalam hirarki kebutuhan, bahwa motivasi manusia berhubungan dengan lima
kebutuhan, yaitu (1) kebutuhan fisik ( Physiological
need ), (2) kebutuhan untuk memperoleh keamanan
dan keselamatan (Security of Safety Need), (3) kebutuhan
bermasyarakat (Social Need), (4) kebutuhan untuk memperoleh
kehormatan (esteem need) (5) kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan (Self
Actualization need).
Menurut Abraham Maslow, proses motivasi
seseorang secara bertahap mengikuti pemenuhan kebutuhan, dari kebutuhan yang
paling dasar hingga kebutuhan yang paling kompleks. Kebutuhan fisiologis
merupakan kebutuhan dasar, yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut
fungsi-fungsi biologis seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, kesehatan
fisik, seks, dan lain-lain. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, seperti
terjaminnya keamanan, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang,
kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil, dan lain sebagainya.
Kebutuhan sosial, meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai
pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, dan sebagainya. Kebutuhan akan
penghargaan, termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan,
pangkat, dan sebagainya. Kebutuhan akan aktualisasi diri, seperti
kebutuhan mempertinggi potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara
maksimum, kreatifitas, ekspresi diri, dan sebagainya. Kebutuhan tertinggi
menurut Maslow adalah kebutuhan transenden, yaitu kebutuhan yang meliputi untuk
berperilaku mulia, memberi arti bagi orang lain, terhadap sesama, terhadap
alam, dan sebagainya.
Frederich Herberg dalam Sedarmayanti
(2001:67) menyatakan : pada manusia berlaku faktor motivasi dan faktor
pemeliharaan dilingkungan pekerjaanya. Dari hasil penelitiannya menyimpulkan
adanya enam faktor motivasi yaitu (1) prestasi; (2) pengakuan; (3) kemajuan
kenaikan pangkat; (4) pekerjaan itu sendiri; (5) kemungkinan untuk tumbuh; (6)
tanggung jawab. Sedangkan untuk pemeliharaan terdapat sepuluh faktor yang perlu
diperhatikan, yaitu (1) kebijaksanaa; (2) supervisi teknis; (3) hubungan antar
manusia dengan atasan ; (4) hubungan manusia dengan pembinanya; (5)
hubungan antar manusia dengan bawahannya; (6) gaji dan upah; (7) kestabilan
kerja; (8) kehidupan pribadi; (9) kondisi tempat kerja; (10) status
Guru sebagai manusia, sebagai
pekerja/karyawan juga memerlukan 5 (lima) kebutuhan yang telah dikemukakn oleh
Maslow dan 10 (sepuluh) faktor lainnya sebagimana diuraikan di atas sebagai
sumber motivasi dalam rangka meningkatkan semangat mengajarnya. Namun yang
paling penting bagi seorang guru adalah motivasi yang dimulai dari dalam
dirinya sendiri ( motivasi instrinsik ), sesuai dengan pendapat G.R Terry
dalam Winardi (1977: 65) bahwa “Motivasi yang paling berhasil adalah
pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan. Keinginan atau dorongan
tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang lain
dalam bentuk kekuatan dari luar”.
Dari beberapa penjelasan diatas disimpulkan
bahwa motivasi kerja guru adalah suatu perangsang keinginan dan daya gerak yang
menyebabkan seorang guru bersemangat dalam mengajar karena terpenuhi
kebutuhanannya. Guru yang yang bersemangat dalam mengajar disebabkan telah
terpenuhinya kebutuhannnya seperti gaji yang cukup, keamanan dalam bekerja,
bebas dari tekanan dari pimpinan maupun rekan sekerja, dan kebutuhan lainnya,
hal ini akan berdampak pada kepuasan kerja guru yang akhirnya mampu menciptkan
kinerja dengan baik.
Kinerja merupakan
terjemahan dari bahasa Inggris, work
performance ataujob performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya
sering disingkat menjadi performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia
disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja (performance)
diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan,
sikap, ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Masalah
kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan
dengan produktivitas lembaga atau organisasi. “performance = Ability x
motivation”. Dan faktor-faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah
kemampuan dan kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau
sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang
mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja
adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan
bekerja, dengan kata lain bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja.
Henri Simamora (1997:423) menyatakan bahwa prestasi kerja (performance)
diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya
secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas
maupun kualitasnya. Sedang Hasibuan (2001:94)
mendefinisikan prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan
gabungan dari tiga faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang pekerja,
kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan
tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin
besarlah prestasi kerja karyawan bersangkutan.
Dari pendapat tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa apabila seorang pegawai telah memiliki kemampuan dalam
penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan
tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang
tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.
Ukuran kinerja secara umum yang kemudian
diterjemahkan ke dalam penilaian prilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas
kerja; (2) kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat
atau pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan
kerja; (7) daerah organisasi kerja.
Jika kinerja adalah kuantitas dan kualitas
pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, maka kinerja merupakan output
pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah
produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha
untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
Hasibuan (1999:126) menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara
keluaran (output) dengan masukan (inpuFaktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
menurut Sedarmayanti (2001) antara lain: (1) sikap mental (motivasi
kerja, disiplin kerja, etika kerja); (2) pendidikan; (3) ketrampilan; (4)
manajemen kepemimpinan; (5) tingkat penghasilan; (6)gaji dan kesehatan; (7)
jaminan sosial; (8) iklim kerja; (9)sarana pra sarana; (10) teknologi; (11)
kesempatan berprestasi.
Bertolak dari pendapat para ahli tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kinerja guru atau prestasi
kerja (perforamce) adalah hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan
tercermin baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tugas manajer (kepala sekolah) terhadap guru
salah satunya adalah melakukan penilaian atas kinerjanya. Penilaian ini mutlak
dilaksanakan untuk mengetahui kinerja yang telah dicapai oleh guru. Apakah
kinerja yang dicapai setiap guru baik, sedang atau kurang. Penilaian ini
penting bagi setiap guru dan berguna bagi sekolah dalam menetapkan
kegiatannya.
Dengan
penilaian berarti guru mendapat perhatian dari atasannya sehingga dapat
mendorong mereka untuk bersemangat bekerja, tentu saja asal penilaian ini
dilakukan secara obyektif dan jujur serta ada tindak lanjutnya. Tindak
lanjut penilaian ini guru memungkinkan untuk memperoleh imbalan balas jasa dari
sekolah seperti memperoleh kenaikan jabatan seperti menjadi wakil, ketua
jurusan, modal untuk mendapatkan kenaikan pangkat dengan sistem kredit.
Penilaian kinerja menurut Hendri Simamora
(1997:415) adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari
para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan
karyawan.
Sejalan dengan pendapat tersebut Hasibuan (2000:87) Penilaian
prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja
karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.
Dalam penilaian kinerja tidak hanya
semata-mata menilai hasil fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara
keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan,
disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang tugasnya semuanya
layak untuk dinilai.
Unsur prestasi karyawan yang dinilai oleh
setiap organisasi atau perusahan tidaklah selalu sama, tetapi pada dasarnya
unsur-unsur yang dinilai itu mencakup seperti hal-hal di atas. Demikian
juga untuk menilai kinerja guru, unsur-unsur yang telah dipaparkan di atas
dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk melakukan penilaian namun tentu saja
berkaitan dengan profesinya sebagai guru dengan utamanya sebagai pengajar.
Dalam melaksanakan tugasnya , guru tidak
berada dalam lingkungan yang kosong. Ia bagian dari dari sebuah “mesin besar”
pendidikan nasional, dan karena itu ia terikat pada rambu-rambu yang telah
ditetapkan secara nasional mengenai apa yang mesti dilakukannya. Hal
seperti biasa dimanapun , namun dalam konteks profesionalisme guru dimana mengajar
dianggap sebagai pekerjan profesional, maka guru dituntut untuk profesional
dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam jurnal pendidikan, Educational
Leadership edisi 1993 menurunkan laporan utama tentang soal ini (Dedi
Supriadi, 1998:98). Menurut jurnal itu untuk menjadi profesional, seorang guru
dituntut untuk memiliki lima hal :Pertama, guru mempunyai komitmen
kepada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru
adalah kepada kepentingan siswa; Kedua, guru menguasai secara mendalam
bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para
siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan; Ketiga,
guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik
evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar; Keempat,
guru mampu berpikir sistematis tentang apa apa yang akan dilakukaknnya , dan
belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna
mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang dilakukannya. Untuk bisa
belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik
dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa; Kelima, guru
seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya, misalnya kalau di kita, PGRI dan organisasi profesi lainnya..
Sehubungan dengan uraian tersebut maka
kinerja guru yang diukur dalam penelitian ini merupakan penilaian yang
dilakukan oleh kepala sekolah selaku supervisor kepada guru yang
menyangkut tugasnya sebagai pengajar. Dengan demikian kita bisa
menentukan hal-hal apa saja yang akan dinilai oleh kepala sekolah mengenai
kinerja guru, berdasarkan kajian teori di atas kita bisa tentukan hal-hal
yang yang dinilai yaitu terdiri kesetiaan dan komitmen yang tinggi
pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan
pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas
dalam pelaksanaan pengajaran , kerjasama dengan semua warga sekolah,
kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan
obyektif dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya.
B.
Pembahasan
Seorang
guru yang melakukan aktivitas mengajar karena ada motivasi yang mendasarinya.
Motivasi atau motivation berarti pemberian motif, penimbulan motive
atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan.
Motivasi dapat pula diartikan faktor yang mendorong orang untuk bertindak
dengan cara tertentu. Sedang motivasi kerja adalah dorongan yang menyebabkan
seseorang guru mau melakukan sesuatu kegiatan mengajar. Dorongan-dorongan itu
bertujuan untuk menggiatkan guru agar bersemangat dalam mengajar sehingga
mencapai hasil sebagaimana dikehendaki sesuai tujuan.
Guru
akan termotivasi dalam bekerja jika ada faktor-faktor yang mendorong timbulnya
semangat kerja yang menyentuh kebutuhan hidupnya. Dalam penelitian ini, penulis
mengambil teori Abraham Maslow yang telah membagi hirarki
kebutuhan yang meliputi kebutuhan fisik dan kenikmatan (physiological
needs), kebutuhan rasa aman (safety needs), kebutuhan sosial dan
afiliasi (social needs), kebutuhan pemenuhan harga diri (esteem needs),
dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs).
Ika
kebutuhan guru itu banyak yang terpenuhi maka mampu mendorong semangat kerjanya
sehingga kinerja menjadi meningkat. Prestasi kerja yang meningkat ini akan
menguntungkan guru itu sendiri, murid dan dunia pendidikan. Maka pemberian
motivasi dari pimpinan dan dari pemerintah kepada guru akan berpengaruh
terhadap tingginya kinerja atau prestasi kerja guru. Hal ini sejalan
dengan pendapat Soekarno, K (1980 : 17) yang menyatakan :Peran manajer sangat
penting dan menentukan tinggi rendahnya prestasi, semangat tidaknya kerja
bawahan sebagian besar tegantung kepada manajer. Di dalam arti, sampai sejauh mana
manajer mampu menciptakan atau menimbulkan kegairahan kerja, di mana dibelakang
ini sampai sejauh mana manajer mampu mendorong bawahan dapat bekerja sesuai
denga kebijaksanaan dan program yang telah digariskan
Oleh karena itu sudah sepantasnya pemberian
motif itu selalu dilakukan di dalam sekolah dan diberikan kepada guru agar
tujuan seseorang berpengaruh terhadap tujuan organisasi. Kinerja guru
yang termasuk “cukup baik”, tidak lepas dari kemampuan dan kemauan guru itu
sendiri untuk berprestasi. Orang biasa menyebut dengan motivasi intrinsik atau motivasi individual. Sebutan ini berdasarkan
pendapat Richard M. Steers (1980 : 19), didukung pula oleh E.J. Donal
dalam Komaruddin (1983 : 306), membagi motivasi dalam dua jenis, yaitu:
motivasi yang timbul dari dalam dirinya sendiri (motivasi intrinsik) dan
motivasi yang berasal dari faktor di luar diri seseorang (motivasi
ekstrinsik). Guru-guru SMP Negeri 2 Rasau Jaya telah memiliki motivasi
intrinsik, sebab hanya orang-orang yang terpanggil saja yang mau disebut guru
(digugu dan ditiru), orang yang patut dipercaya dan dijadikan teladan. Motivasi
intrinsik (motivasi yang timbul dari dalam dirinya sendirinya) sangat
diperlukan oleh guru dan perlu ditingkatkan agar guru mempunyai kompetensi dan
kepribadian yang tinggi, sehingga prestasi kerjanya menjadi baik dan akhirnya
dapat meningkatkan mutu pendidikan.Peningkatan motivasi intrinsik disebabkan
basic/dasar dari motivasi adalah motivasi yang berasal dari kesadaran diri
sendiri (intrinsik), jika guru punya dasar yang kuat maka guru akan
menjadi guru yang terpanggil pada profesinya dan pengabdiannya. Faktor utama
yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan, kemampuan dan kemauan
ini dapat terlaksana jika ada dorongan atau motivasi.
Motivasi
dari luar seperti dari atasan, teman sesama guru, para siswa, lingkungan
sekolah, dan siswa memang perlu bagi guru namun disarankan guru selalu
meningkatkan motivasi yang timbul dari dirinya sendiri (motivasi intrinsik)
dengan demikian dapat dijadikan pendorong untuk meningkatkan kinerjanya.
Motivasi guru harus ditingkatkan terutama berkaitan dengan insentif dari
Pemkab, tunjangan, honor dan asuransi hendaknya dapat dijadikan alat
untuk memotivasi diri, kerjasama antar guru perlu ditingkatkan, dan ada atau tanpa
penghargaan dari kepala sekolah guru hendaknya tetap termotivasi untuk
bekerja. Kinerja guru perlu ditingkatkan terutama pada komitmen guru yang
mengajar , penguasaan bahan pengajaran, ketepatan waktu mengajar dan kerajinan
guru, inisiatif guru dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diberikan
Kepala Sekolah.
Disarankan agar
kepala sekolah dapat memotivasi guru meningkatkan kinerjanya. Ada beberapa skor
dari penilaian kepala sekolah yang rendah dan ini perlu diperhatikan oleh
Kepala Sekolah selaku pembina hal-hal yang perlu diperhatikan adalah memotivasi
guru meningkatkan komitmennya dalam mengajar, memotivasi guru untuk menguasai
bahan pelajaran, memotivasi guru mengajar tepat waktu dan rajin,
memotivasi guru untuk peduli dalam memajukan sekolah, serta dalam
memotivasi guru agar tugas yang diberikan oleh kepala sekolah guru membuat
laporannya. Kepala Sekolah juga dituntut untuk dapat mencipatakan suasana yang
harmonis di sekolah, menghargai guru dan memperhatikan kesejahteraan guru
terutama berkaitan dengan keuangan guru kesemuanya dilakukan untuk memotivasi
guru.
.
DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudijono , 1995 , Pengantar Statistik,
Rineka Ciptam Jakarta
Buchari Zainun, 1979, Manajemen dan
Motivasi, Balai Aksara, Jakarta.
Davis, Keith dan John W. Newstrom, Perilaku Dalam
Organisasi, Jilid I, Edisi 7, Erlangga, Jakarta, 1985
Dedi Supriadi, 1998, Mengangkat Citra dan Martabat
Guru, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta
Harun Alrasyd, 1999, Penarikan Sampel, Unppad,
Bandung
Hasibuan, Malayu SP, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Cetakan IV, Bumi Aksara, Jakarta, 2001
Sedarmayanti, 2000, Sumber Daya manusia, Bumi
Aksara, Jakarta
Soewarno Handayaningrat, 1982, Pengantar Studi
Administrasi dan Management, Gunung Agung, Jakarta.
Simamora, Henri, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia,
STIE YKPN, Yogyakarta
Simon, Herbert A., 1982, Perilaku Administrasi : Suatu
Studi Tentang Proses Pengambilan Keputusan. Diterjemahkan oleh St. Dianjung,
Bina Aksara, Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode
Penelitian Survei, LP3ES, Cetakan II, 1995
Steers, Richard. M, Efektivitas Organisasi,
Erlangga, Jakarta, 1980
Suharsimi Arikunto, 1983, Prosedur Penelitian,
Bina Aksara, Jakarta
Sugiyono, 1999, Statistika Untuk Penelitian,
Alfabeta, Jakarta
Winardi, 1977, Organisasi Perkantoran
Modern, Alumni, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar